Kecelakaan Kereta Api Di Indonesia
Siapa yang tak mengenal “Tragedi Bintaro”? Tragedi ini, merupakan kecelakaan terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Peristiwa ini juga menyita perhatian publik dunia, mungkin karena jatuhnya korban jiwa di angkayang luar biasa. Dalam sejarah perkeretaapian Indonesia, tercatat beberapa peristiwa memilukan pernah menimpa perangkat transportasi masal yang satu ini. Berikut unikgaul.com berhasil himpun untuk Anda:1. “Tragedi Bintaro” 19 Oktober 1987 (156 orang tewas)
Tragedi Bintaro adalah peristiwa tabrakan hebat dua buah kereta api di daerah Pondok Betung, Bintaro, Tangerang, pada tanggal 19 Oktober1987 yang merupakan kecelakaan terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Peristiwa ini juga menyita perhatian publik dunia. Sebuah kereta api yang berangkat dari Rangkasbitung, bertabrakan dengan kereta api yang berangkat dari Stasiun Tanah Abang. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu musibah paling buruk dalam sejarah transportasi di Indonesia.
Pada 19 Oktober 1987, sekitar jam 06.45, KA 220 Patas Merak bertabrakan dengan KA 225 yang sedang melaju (tabrakan head-to-head) di daerah Pondokbetung, Bintaro, Tangerang. Kecelakaan ini terjadi akibat human error. Terjadi dikarenakan KA 225 yang direncanakan bersilang dengan KA 220 di Stasiun Kebayoran, diganti menjadi di Stasiun Sudimara. Masinis KA 225 salah mendengar semboyan sehingga KA 225 berangkat tanpa sepengetahuan PPKA Sta. Sudimara. Peristiwa ini mengakibatkan 156 orang tewas dan lebih dari 300 orang terluka.
Penyelidikan setelah kejadian menunjukkan adanya kelalaian petugas Stasiun Sudimara yang memberikan sinyal aman bagi kereta api dari arah Rangkasbitung, padahal tidak ada pernyataan aman dari Stasiun Kebayoran. Hal ini dilakukan karena penuhnya jalur di stasiun Sudimara.
2. Kecelakaan 25 Desember 2001 (31 orang tewas)
Sekitar jam 04.33, Kereta api 146 Empu Jaya menabrak Kereta api 153 Gaya Baru Malam Selatan yang sedang menunggu bersilangan di sepur 3 emplasemen stasiun Ketanggungan Barat, Brebes. Tabrakan tersebut terjadi dikarenakan KA 146 melanggar sinyal masuk stasiun Ketanggungan Barat yang beraspek merah (tanda bahwa kereta harus berhenti). Peristiwa ini mengakibatkan 31 orang tewas dan 53 lainnya luka berat termasuk masinis dari KA 146.
3. Kecelakaan 16 April 2006 (14 orang tewas)
Grobogan, 02.15 dini hari. Kereta api Kertajaya dengan masinis Nurhadi bertabrakan dengan kereta api Sembrani dengan masinis Muhadi. Sebanyak 14 orang tewas. Bermula dari KA Kertajaya yang masuk ke Stasiun Gubug dari arah Jakarta. Saat itu, Kertajaya masuk di Jalur 1. KA Gumarang kemudian masuk ke Stasiun Gubug di jalur 2. Setelah Gumarang melintas, seperti tidak sabar, KA Kertajaya nyelonong keluar stasiun dan masuk ke jalur 2. Padahal, saat itu KA Kertajaya belum diberi aba-aba untuk jalan. Ketika KA Kertajaya masuk ke jalur 2 tiba-tiba KA Sembrani dengan masinis Muhadi datang dari arah Jakarta dengan kecepatan tinggi, dan tabrakan hebat pun tak dapat dihindari.
4. Kecelakaan 18 April 2006 (5 orang tewas)
Kereta rel listrik Pakuan jurusan Jakarta-Bogor menabrak Metromini S-64 jurusan Pasar Minggu-Cililitan. Lima orang meninggal di tempat, seorang meninggal di rumah sakit, sedangkan satu orang lainnya masih dalam kondisi kritis. Peristiwa itu terjadi saat Metromini hendak melewati perlintasan kereta api Duren Kalibata, Jakarta Selatan, di bawah fly over Kalibata sekitar pukul 3 sore. Menurut seorang saksi mata, kecelakaan itu terjadi sebab laju Metromini tertahan karena tepat di depannya ada angkutan lain yang sedang berhenti. Meski sopir sudah membunyikan klakson berkali-kali supaya angkutan lain maju, tapi tidak dihiraukan.
5. Kecelakaan 16 Januari 2007 (5 orang tewas)
Subuh 16 Januari 2007, rangkaian kereta api Bengawan jurusan Solo-Tanahabang terputus di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Lima orang penumpang dilaporkan tewas, ratusan lainnya luka-luka akibat insiden ini. Dari jumlah korban tewas sebanyak 5 orang, tiga di antaranya berhasil diidentifikasi. KA Bengawan membawa 12 gerbong, gerbong 4 jatuh ke sungai, sedangkan gerbong 5 sampai dengan 12 miring di atas rel.